PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 17 TAHUN
2007
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI
DALAM NEGERI,
Menimbang
|
:
|
bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 74 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;
|
Mengingat
|
:
|
1. Undang-undang
Nomor 72 Tahun 1957 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun
1955 tentang Penjualan Rumah Negeri kepada Pegawai Negeri sebagai
Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 158);
|
|
|
2. Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013);
|
|
|
3. Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
|
|
|
4. Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4355);
|
|
|
5. Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun
2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548);
|
|
|
6. Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
|
|
|
7. Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 1971 tentang Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas
Milik Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1971 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2967);
|
|
|
8. Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3573) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4515);
|
|
|
9. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3643);
|
|
|
10.
Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 4503;
|
|
|
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
4578);
|
|
|
12. Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4609;
|
|
|
13. Keputusan
Presiden Nomor 40 Tahun 1974 tentang Tata Cara Penjualan Rumah Negeri;
|
|
|
14. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4330) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah;
|
|
|
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun
1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan
Materiil Daerah;
|
|
|
16. Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2001 tentang Pedoman Penyerahan Barang
dan Hutang Piutang pada Daerah yang Baru Dibentuk;
|
|
|
17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2001
tentang Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah;
|
|
|
18. Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2002 tentang Nomor Kode Lokasi dan Nomor
Kode Barang Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota;
|
|
|
19. Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pedoman Penilaian Barang
Daerah;
|
|
|
20. Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Dalam Negeri;
|
|
|
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2006 tentang
Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah;
|
|
|
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH.
|
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
ini, yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
2. Kepala Daerah adalah Gubernur bagi daerah
Provinsi, Bupati bagi daerah Kabupaten, Walikota bagi daerah Kota.
3. Barang milik daerah adalah semua barang yang
dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau
perolehan lainnya yang sah.
4. Pengelola barang milik daerah selanjutnya disebut
pengelola adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan
koordinasi pengelolaan barang milik daerah.
5. Pembantu pengelola barang milik daerah selanjutnya
disebut pembantu pengelola adalah pejabat yang bertanggungjawab mengkoordinir
penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada satuan kerja
perangkat daerah.
6. Pengguna barang milik daerah selanjutnya disebut
pengguna adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah.
7. Kuasa pengguna barang milik daerah adalah kepala
satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna untuk menggunakan barang milik
daerah yang berada dalam penguasaannya.
8. Penyimpan barang milik daerah adalah pegawai yang
diserahi tugas untuk menerima, menyimpan, dan mengeluarkan barang.
9. Pengurus barang milik daerah adalah pegawai yang
diserahi tugas untuk mengurus barang daerah dalam proses pemakaian yang ada di
setiap satuan kerja perangkat daerah/unit kerja.
10. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut
SKPD adalah perangkat daerah selaku pengguna barang.
11. Unit kerja adalah bagian SKPD selaku kuasa
pengguna barang.
12. Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan
rincian kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang
telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan
tindakan pemenuhan kebutuhan yang akan datang.
13. Pengadaan adalah kegiatan untuk melakukan
pemenuhan kebutuhan barang daerah dan jasa.
14. Penyaluran adalah kegiatan untuk
menyalurkan/pengiriman barang milik daerah dari gudang ke unit kerja pemakai.
15. Pemeliharaan adalah kegiatan atau tindakan yang
dilakukan agar semua barang milik daerah selalu dalam keadaan baik dan siap
untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
16. Pengamanan adalah kegiatan tindakan pengendalian
dalam pengurusan barang milik daerah dalam bentuk fisik, administratif dan
tindakan upaya hukum.
17. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna/kuasa
pengguna dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bersangkutan.
18. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik
daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama
pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun serah guna dengan tidak mengubah
status kepemilikan.
19. Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai.
20. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah
dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut
berakhir diserahkan kembali kepada pengelola.
21. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang
milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
peningkatan penerimaan daerah bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber
pembiayaan lainnya.
22. Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik
daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau
sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut
dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan
kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasiltasnya setelah
berakhirnya jangka waktu.
23. Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik
daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau
sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan
untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang
disepakati.
24. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik
daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang
berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola
dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam
penguasaannya.
25. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan
barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual,
dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal Pemerintah Daerah.
26. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang
milik daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
27. Tukar menukar barang milik daerah/tukar guling
adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara
Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah, atau antara
Pemerintah Daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk
barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.
28. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari
pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari
pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.
29. Penyertaan modal pemerintah daerah adalah
pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang
tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai
modal/saham daerah pada Badan Usaha Milik Negara/daerah atau badan hukum lainnya.
30. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang
meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan barang milik daerah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
31. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan
pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah.
32. Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian
yang selektif didasarkan pada data/fakta yang obyektif dan relevan dengan
menggunakan metode/teknis tertentu untuk memperoleh nilai barang milik daerah.
33. Daftar barang pengguna yang selanjutnya disingkat
dengan DBP adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh
masing-masing pengguna.
34. Daftar barang kuasa pengguna yang selanjutnya
disingkat DBKP adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh
masing-masing kuasa pengguna.
35. Standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintahan
Daerah adalah pembakuan ruang kantor, perlengkapan kantor, rumah dinas,
kendaraan dinas dan lain-lain barang yang memerlukan standarisasi.
36. Standarisasi harga adalah penetapan besaran harga
barang sesuai jenis, spesifikasi dan kualitas dalam 1 (satu) periode tertentu.
Pasal 2
Pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian dari
pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan secara terpisah dari pengelolaan
barang milik Negara.
Pasal 3
(1)
Barang milik Daerah meliputi:
a.
barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBD; dan
b.
barang yang berasal dari perolehan lainnya
yang sah;
(2)
Barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau
yang sejenis;
b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak;
c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan
undang-undang; atau
d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 4
(1) Pengelolaan barang milik daerah dilaksanakan
berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan,
efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
(2) Pengelolaan barang milik daerah meliputi:
a.
perencanaan kebutuhan dan
penganggaran;
b.
pengadaan;
c.
penerimaan, penyimpanan dan
penyaluran;
d.
penggunaan;
e.
penatausahaan;
f.
pemanfaatan;
g.
pengamanan dan pemeliharaan;
h.
penilaian;
i.
penghapusan;
j.
pemindahtanganan;
k.
pembinaan, pengawasan dan
pengendalian;
l.
pembiayaan; dan
m. tuntutan ganti rugi.
BAB II
PEJABAT PENGELOLA BARANG
MILIK DAERAH
Pasal 5
(1)
Kepala Daerah sebagai pemegang
kekuasaan pengelolaan barang milik daerah berwenang dan bertanggungjawab atas
pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah;
(2)
Dalam melaksanakan ketentuan
pada ayat (1), Kepala Daerah dibantu oleh:
a.
Sekretaris Daerah selaku pengelola;
b.
Kepala Biro/Bagian
Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah selaku pembantu pengelola;
c.Kepala SKPD selaku pengguna;
d.
Kepala Unit Pelaksana Teknis
Daerah selaku kuasa pengguna;
e.
Penyimpan barang milik daerah;
dan
f. Pengurus
barang milik daerah.
Pasal
6
(1)
Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, mempunyai
wewenang :
a. menetapkan
kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
b. menetapkan
penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c.
menetapkan
kebijakan pengamanan barang milik daerah;
d.
mengajukan usul
pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah;
e.
menyetujui usul
pemindahtanganan dan penghapusan barang milik Daerah sesuai batas
kewenangannya; dan
f.
menyetujui usul
pemanfaatan barang milik daerah selain
tanah dan/atau bangunan.
(2) Sekretaris Daerah selaku pengelola, berwenang dan
bertanggungjawab:
a. menetapkan
pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah;
b. meneliti
dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;
c. meneliti
dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah;
d. mengatur
pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan dan pemindahtanganan barang milik daerah
yang telah disetujui oleh Kepala Daerah;
e. melakukan
koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah; dan
f. melakukan
pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.
(3)
Kepala Biro/Bagian
Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah bertanggungjawab
mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada
masing-masing SKPD;
(4)
Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah selaku pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab:
a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah
bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah
melalui pengelola;
b. mengajukan permohonan penetapan status untuk
penguasaan dan penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD
dan perolehan lainnya yang sah kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik
daerah yang berada dalam penguasaannya;
d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya;
e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah
yang berada dalam penguasaannya;
f. mengajukan
usul pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang
tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan barang milik daerah
selain tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
g. menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak
dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan
kerja perangkat daerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
h. melakukan pengawasan dan pengendalian atas
penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan
i. menyusun
dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang
Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola.
(5)
Kepala Unit Pelaksana Teknis
Daerah selaku kuasa pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung
jawab:
a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah
bagi unit kerja yang dipimpinnya kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
yang bersangkutan;
b. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang
milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
c. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja
yang dipimpinnya;
d. mengamankan
dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
e. melakukan pengawasan dan pengendalian atas
penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan
f. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna
Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang
berada dalam penguasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang
bersangkutan.
(6)
Penyimpan barang bertugas
menerima, menyimpan dan menyalurkan barang yang berada pada pengguna/kuasa pengguna;
dan
(7)
Pengurus barang bertugas mengurus barang milik daerah dalam pemakaian
pada masing-masing pengguna/kuasa pengguna.
BAB III
PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARAN
Pasal 7
(1)
Perencanaan
kebutuhan barang milik daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran satuan kerja
perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik daerah yang
ada.
(2)
Perencanaan
kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah disusun dalam Rencana Kerja dan
Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah dengan memperhatikan data barang yang
ada dalam pemakaian.
(3)
Perencanaan
kebutuhan dan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), berpedoman pada standarisasi sarana dan prasarana kerja
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan standar
harga yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
(4)
Peraturan
Kepala Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dijadikan
acuan dalam menyusun Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) dan Rencana
Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBMD).
(5)
Rencana
Kebutuhan Barang Milik Daerah dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sebagai dasar penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA) masing-masing satuan kerja perangkat daerah sebagai bahan
penyusunan Rencana APBD.
Pasal 8
Pengelola bersama pengguna membahas usul Rencana
Kebutuhan Barang Milik Daerah/Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik
Daerah masing-masing SKPD tersebut dengan memperhatikan data barang pada pengguna
dan/atau pengelola untuk ditetapkan sebagai Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah
(RKBMD) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBMD).
Pasal 9
(1)
Setelah APBD ditetapkan, pembantu
pengelola menyusun Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah (DKBMD) dan Daftar
Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DKPBMD), sebagai dasar pelaksanaan pengadaan
dan pemeliharaan barang milik daerah;
(2)
Daftar Kebutuhan Barang Milik
Daerah (DKBMD) dan Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DKPBD), ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 10
Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang
milik daerah sesuai tugas dan fungsinya duduk sebagai Tim Pemerintah Daerah
dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB IV
PENGADAAN
Pasal 11
Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak
diskriminatif dan akuntabel.
Pasal
12
(1) Pengadaan
barang/jasa pemerintah daerah dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Daerah.
(2) Panitia
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.
(3) Kepala
Daerah dapat melimpahkan kewenangan kepada SKPD untuk membentuk Panitia Pengadaan
Barang/Jasa.
Pasal
13
(1)
Pengadaan
barang/jasa pemerintah daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Pengadaan
barang/jasa pemerintah daerah yang bersifat khusus dan menganut asas
keseragaman, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 14
(1) Realisasi pelaksanaan pengadaan barang/jasa
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dilakukan pemeriksaan
oleh Panitia Pemeriksa Barang/Jasa Pemerintah Daerah.
(2) Panitia Pemeriksa Barang/Jasa Pemerintah Daerah
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
(3) Kepala Daerah dapat melimpahkan kewenangan kepada Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk membentuk Panitia Pemeriksa
Barang/Jasa.
Pasal 15
(1) Pengguna membuat laporan hasil pengadaan barang/jasa
pemerintah daerah kepada Kepala Daerah melalui pengelola.
(2) Laporan hasil pengadaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilengkapi dokumen pengadaan barang/jasa.
BAB V
PENERIMAAN DAN PENYALURAN
Pasal 16
(1)
Hasil pengadaan barang
diterima oleh penyimpan barang.
(2)
Penyimpan barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berkewajiban melaksanakan tugas administrasi penerimaan
barang milik daerah.
(3)
Penerimaan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya disimpan dalam gudang atau
tempat penyimpanan.
Pasal 17
(1)
Hasil pengadaan barang milik
daerah tidak bergerak diterima oleh Kepala SKPD, kemudian melaporkan kepada Kepala
Daerah untuk ditetapkan penggunaanya.
(2)
Penerimaan barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah diperiksa oleh Panitia Pemeriksa
Barang Daerah, dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan.
Pasal
18
(1)
Panitia Pemeriksa Barang Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) bertugas memeriksa, meneliti dan menyaksikan
barang yang diserahkan sesuai dengan persyaratan yang tertera dalam Surat
Perintah Kerja atau kontrak/perjanjian dan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan.
(2)
Berita Acara sebagaimana dimaksud ayat (1)
dipergunakan sebagai salah satu syarat pembayaran.
Pasal 19
(1)
Pemerintah Daerah menerima
barang dari pemenuhan kewajiban Pihak Ketiga berdasarkan perjanjian dan/atau
pelaksanaan dari suatu perijinan tertentu.
(2)
Pemerintah Daerah dapat
menerima barang dari Pihak Ketiga yang merupakan sumbangan, hibah, wakaf dan
penyerahan dari masyarakat.
(3)
Penyerahan dari Pihak Ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), dituangkan dalam Berita Acara Serah
Terima (BAST) dan disertai dengan dokumen kepemilikan/penguasaan yang sah.
(4)
Pengelola atau pejabat yang
ditunjuk mencatat, memantau, dan aktif melakukan penagihan kewajiban Pihak
Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(5)
Hasil penerimaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat dalam Daftar Barang Milik Daerah.
Pasal
20
(1) Penyaluran
barang milik daerah oleh penyimpan barang dilaksanakan atas dasar Surat Perintah
Pengeluaran Barang (SPPB) dari Pengguna/Kuasa Pengguna disertai dengan Berita
Acara Serah Terima.
(2) Pengguna
wajib melaporkan stock atau sisa barang kepada Pengelola melalui pembantu pengelola.
(3) Kuasa
pengguna wajib melaporkan stock atau sisa barang kepada pengguna.
BAB
VI
PENGGUNAAN
Pasal
21
Barang milik daerah ditetapkan status penggunaannya
untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD dan dapat dioperasikan oleh
pihak lain dalam rangka mendukung pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi
SKPD yang bersangkutan.
Pasal 22
(1) Status penggunaan barang milik daerah ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Daerah.
(2) Penetapan status
penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), diatur dengan tata cara sebagai berikut:
a. pengguna melaporkan barang milik daerah yang
diterima kepada pengelola disertai dengan usul penggunaannya; dan
b. pengelola meneliti usul penggunaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, untuk
ditetapkan status penggunaannya.
Pasal 23
(1) Penetapan status
penggunaan tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah
dan/atau bangunan digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pengguna dan/atau kuasa pengguna.
(2) Pengguna
dan/atau kuasa pengguna wajib menyerahkan tanah dan/atau bangunan termasuk
barang inventaris lainnya yang tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna dan/atau kuasa pengguna kepada Kepala
Daerah melalui pengelola.
Pasal
24
(1)
Pengguna yang tidak
menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan
tugas pokok dan fungsi SKPD bersangkutan kepada Kepala Daerah, dikenakan sanksi
berupa pembekuan dana pemeliharaan tanah dan/atau bangunan dimaksud.
(2)
Tanah dan/atau bangunan yang
tidak digunakan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD, dicabut penetapan status penggunaannya
dan dapat dialihkan kepada SKPD lainnya.
BAB VII
PENATAUSAHAAN
Bagian Pertama
Pembukuan
Pasal 25
(1)
Pengguna/Kuasa Pengguna
melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang
Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) menurut penggolongan dan
kodefikasi barang.
(2)
Pencatatan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam Kartu Inventaris Barang
A, B, C, D, E dan F.
(3)
Pembantu pengelola melakukan rekapitulasi
atas pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD).
Pasal 26
(1) Pengguna/Kuasa Pengguna menyimpan dokumen
kepemilikan barang milik daerah selain tanah dan bangunan.
(2) Pengelola menyimpan seluruh dokumen kepemilikan
tanah dan/atau bangunan milik pemerintah daerah.
Bagian Kedua
Inventarisasi
Pasal 27
(1)
Pengelola dan pengguna
melaksanakan sensus barang milik daerah setiap 5 (lima) tahun sekali untuk
menyusun Buku Inventaris dan Buku Induk Inventaris beserta rekapitulasi barang
milik pemerintah daerah.
(2)
Pengelola bertanggung jawab
atas pelaksanaan sensus barang milik daerah.
(3)
Pelaksanaan sensus barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.
(4)
Sensus barang milik daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota, dilaksanakan serentak seluruh Indonesia.
(5)
Pengguna menyampaikan hasil
sensus kepada pengelola paling lambat 3 (tiga) bulan setelah selesainya sensus.
(6)
Pembantu Pengelola menghimpun
hasil inventarisasi barang milik daerah.
(7)
Barang milik daerah yang
berupa persediaan dan konstruksi
dalam pengerjaan dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian
Ketiga
Pelaporan
Pasal
28
(1)
Pengguna/kuasa pengguna menyusun laporan barang
semesteran dan tahunan.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Kepala Daerah melalui pengelola.
(3)
Pembantu Pengelola menghimpun laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi Laporan Barang Milik Daerah (LBMD).
Pasal 29
(1) Laporan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (3), digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca
Pemerintah Daerah.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disampaikan secara berjenjang.
Pasal 30
Untuk memudahkan pendaftaran dan pencatatan serta
pelaporan barang milik daerah secara akurat dan cepat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25, Pasal 27 dan Pasal 28, mempergunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen
Barang Daerah (SIMBADA).
BAB VIII
PEMANFAATAN
Bagian Pertama
Kriteria Pemanfaatan
Pasal 31
(1) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan, selain tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk
menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengguna
setelah mendapat persetujuan pengelola.
(2) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan
Kepala Daerah.
(3) Pemanfaatan barang milik daerah selain tanah
dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola.
(4) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan
berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah
dan kepentingan umum.
Bagian Kedua
Bentuk Pemanfaatan
Pasal 32
Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik daerah berupa:
a.
Sewa;
b.
Pinjam Pakai;
c.
Kerjasama Pemanfaatan; dan
d.
Bangun Guna Serah dan Bangun
Serah Guna.
Bagian Ketiga
Sewa
Pasal
33
(1) Barang
milik daerah baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang belum dimanfaatkan
oleh pemerintah daerah, dapat disewakan kepada Pihak Ketiga sepanjang
menguntungkan daerah.
(2)
Barang milik daerah yang
disewakan, tidak merubah status kepemilikan barang daerah.
(3)
Penyewaan barang milik daerah
berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat
persetujuan dari Kepala Daerah.
(4)
Penyewaan barang milik daerah
atas sebagian tanah dan/atau bangunan, selain tanah dan/atau bangunan yang
masih dipergunakan oleh pengguna, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat
persetujuan dari pengelola.
(5)
Jangka waktu penyewaan barang
milik daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(6)
Penyewaan
dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya
memuat:
a.
pihak-pihak yang
terikat dalam perjanjian;
b.
jenis, luas atau
jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;
c.
tanggung jawab
penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan;
dan
d.
persyaratan lain
yang dianggap perlu.
(7)
Hasil penerimaan sewa
disetor ke Kas Daerah.
Pasal
34
(1)
Pemanfaatan barang milik daerah selain disewakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dapat dikenakan retribusi.
(2)
Retribusi atas pemanfaatan/penggunaan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Bagian Keempat
Pinjam Pakai
Pasal 35
(1) Barang milik daerah baik berupa tanah dan/atau
bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, dapat dipinjampakaikan untuk
kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
(2) Pinjam pakai barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh
pengelola setelah mendapat persetujuan
Kepala Daerah;
(3) Barang milik daerah yang dipinjampakaikan tidak
merubah status kepemilikan barang daerah;
(4) Jangka waktu pinjam pakai barang milik daerah
paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang;
(5) Pelaksanaan pinjam pakai dilakukan berdasarkan
surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a.
pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b.
jenis, luas dan jumlah barang yang dipinjamkan;
c.
jangka waktu peminjaman;
d. tanggung jawab
peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu
peminjaman; dan
e.
persyaratan lain yang dianggap perlu.
Bagian Kelima
Kerjasama pemanfaatan
Pasal 36
Kerjasama pemanfaatan barang milik
daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka:
a.
mengoptimalkan daya guna dan
hasil guna barang milik daerah; dan
b.
meningkatkan penerimaan
daerah.
Pasal 37
(1)
Kerjasama pemanfaatan barang milik
daerah dilaksanakan sebagai berikut:
a.
kerjasama pemanfaatan barang milik
daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna kepada pengelola;
b.
kerjasama pemanfaatan atas
sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna; dan
c.
kerjasama pemanfaatan atas barang
milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2)
Kerjasama pemanfaatan atas barang
milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan oleh pengelola
setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah.
(3)
Kerjasama Pemanfaatan atas barang
milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c,
dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola.
Pasal
38
(1)
Kerjasama pemanfaatan atas barang
milik daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
tidak tersedia dan/atau tidak
cukup tersedia dana dalam APBD untuk memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/perbaikan
yang diperlukan terhadap barang milik daerah dimaksud;
b.
mitra kerjasama pemanfaatan
ditetapkan melalui tender/lelang dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5
(lima) peserta/peminat, kecuali untuk kegiatan yang bersifat khusus dapat
dilakukan penunjukan langsung;
c.
besaran pembayaran kontribusi
tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari
hasil perhitungan tim yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; dan
d.
pembayaran kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan disetor ke kas daerah setiap
tahun selama jangka waktu pengoperasian.
(2)
Biaya pengkajian, penelitian,
penaksir dan pengumuman tender/lelang, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3)
Biaya yang berkenaan dengan persiapan
dan pelaksanaan penyusunan surat perjanjian, konsultan pelaksana/pengawas, dibebankan
pada Pihak Ketiga.
(4)
Selama jangka waktu
pengoperasian, mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjaminkan atau
menggadaikan barang milik daerah yang menjadi obyek kerjasama pemanfaatan.
(5)
Jangka waktu kerjasama pemanfaatan
paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat
diperpanjang.
Pasal 39
Setelah berakhir jangka waktu kerjasama pemanfaatan,
Kepala Daerah menetapkan status penggunaan/pemanfaatan atas tanah dan/atau
bangunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Bangun Guna Serah
Pasal 40
(1)
Bangun Guna Serah barang milik
daerah dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemerintah Daerah memerlukan bangunan dan
fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan
umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi;
b. tanah milik pemerintah daerah yang telah
diserahkan oleh pengguna kepada Kepala Daerah; dan
c. tidak tersedia dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud.
(2)
Bangun Guna Serah barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh pengelola setelah
mendapat persetujuan Kepala Daerah.
Pasal 41
(1)
Penetapan mitra Bangun Guna
Serah dilaksanakan melalui tender/lelang dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya
5 (lima) peserta/peminat.
(2)
Mitra Bangun Guna Serah yang
telah ditetapkan selama jangka waktu pengoperasian, harus memenuhi kewajiban
sebagai berikut:
a.
membayar kontribusi ke kas daerah
setiap tahun yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang
dibentuk oleh Kepala Daerah;
b.
tidak menjaminkan,
menggadaikan atau memindahtangankan objek Bangun Guna Serah; dan
c.
memelihara objek Bangun Guna
Serah;
(3)
Objek bangun guna serah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berupa sertifikat hak pengelolaan
milik Pemerintah Daerah.
(4)
Objek bangun guna serah
berupa tanah dan/atau bangunan tidak boleh dijadikan jaminan dan/atau diagunkan.
(5)
Hak guna bangunan di atas hak
pengelolaan milik pemerintah daerah, dapat dijadikan jaminan dan/atau diagunkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)
Jangka waktu bangun guna serah
paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.
(7)
Bangun guna serah
dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a.
pihak-pihak yang
terikat dalam perjanjian;
b.
objek bangun guna
serah;
c.
jangka waktu bangun
guna serah;
d.
hak dan kewajiban
para pihak yang terikat dalam perjanjian; dan
e.
persyaratan lain
yang dianggap perlu;
(8)
Izin mendirikan bangunan bangun
guna serah atas nama pemerintah daerah.
(9)
Biaya pengkajian, penelitian
dan pengumuman tender/lelang, dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(10) Biaya yang berkenaan dengan persiapan dan
pelaksanaan penyusunan Surat Perjanjian, konsultan pelaksana/pengawas,
dibebankan pada pihak pemenang.
(11) Setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek
bangun guna serah terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah
daerah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Bagian Keenam
Bangun Serah Guna
Pasal 42
(1)
Bangun serah guna barang
milik daerah dapat dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. pemerintah daerah memerlukan bangunan dan
fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan
umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi;
b. tanah milik pemerintah daerah yang telah
diserahkan oleh pengguna kepada Kepala Daerah; dan
c. tidak tersedia dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud.
(2)
Bangun serah guna barang
milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh pengelola
setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah.
Pasal 43
(1)
Penetapan mitra bangun serah guna
dilaksanakan melalui tender/lelang dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5
(lima) peserta/ peminat.
(2)
Mitra Bangun Serah Guna yang
telah ditetapkan selama jangka waktu pengoperasian, harus memenuhi kewajiban
sebagai berikut:
a. membayar kontribusi ke kas daerah setiap tahun
yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh
Kepala Daerah;
b. tidak menjaminkan, menggadaikan atau
memindahtangankan objek Bangun Serah Guna; dan
c. memelihara objek Bangun Serah Guna;
(3)
Objek bangun serah guna
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berupa sertifikat hak pengelolaan
milik pemerintah daerah.
(4)
Objek bangun serah guna
berupa tanah tidak boleh dijadikan jaminan utang/ diagunkan.
(5)
Hak guna bangunan di atas hak
pengelolaan milik pemerintah daerah, dapat dijadikan jaminan utang/diagunkan
dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)
Jangka waktu bangun serah guna
paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.
(7)
Bangun serah guna
dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a.
pihak-pihak yang
terikat dalam perjanjian;
b.
objek bangun serah
guna;
c.
jangka waktu bangun
serah guna;
d.
hak dan kewajiban
para pihak yang terikat dalam perjanjian; dan
e.
persyaratan lain
yang dianggap perlu;
(8)
Izin mendirikan bangunan bangun
serah guna atas nama pemerintah daerah.
(9)
Biaya pengkajian, penelitian
dan pengumuman lelang, dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(10)
Biaya yang berkenaan dengan
persiapan dan pelaksanaan penyusunan surat perjanjian, konsultan
pelaksana/pengawas, dibebankan pada pihak pemenang.
Pasal 44
Bangun Serah Guna barang milik daerah dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. mitra Bangun Serah Guna harus menyerahkan hasil
Bangun Serah Guna kepada Kepala Daerah setelah selesainya pembangunan;
b. mitra Bangun Serah Guna dapat mendayagunakan barang
milik daerah tersebut sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian;
dan
c. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek
Bangun Serah Guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah
daerah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB IX
PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN
Bagian Pertama
Pengamanan
Pasal 45
(1)
Pengelola, pengguna dan/atau kuasa
pengguna wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya.
(2)
Pengamanan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), meliputi:
a. pengamanan administrasi meliputi kegiatan
pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan;
b. pengamanan fisik untuk mencegah terjadinya
penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang;
c. pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan
dilakukan dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas, selain tanah dan
bangunan dilakukan dengan cara penyimpanan dan pemeliharaan; dan
d. pengamanan hukum antara lain meliputi kegiatan
melengkapi bukti status kepemilikan.
Pasal 46
(1)
Barang milik daerah berupa
tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah daerah.
(2)
Barang milik daerah berupa
bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah.
(3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan
harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama pemerintah daerah.
Pasal 47
Barang milik daerah dapat diasuransikan sesuai kemampuan
keuangan daerah dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pemeliharaan
Pasal 48
(1)
Pembantu Pengelola, pengguna dan/atau
kuasa pengguna bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik daerah yang ada
di bawah penguasaannya.
(2)
Pemeliharaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik
Daerah (DKPBMD).
(3)
Biaya pemeliharaan barang milik
daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 49
(1)
Pengguna dan/atau kuasa pengguna
wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang dan melaporkan kepada Pengelola secara berkala.
(2)
Pembantu pengelola meneliti
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyusun Daftar Hasil Pemeliharaan
Barang yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun anggaran.
(3)
Laporan hasil pemeliharaan
sebagaimana dimaksud ayat (2) dijadikan sebagai bahan evaluasi.
BAB X
PENILAIAN
Pasal 50
Penilaian barang milik daerah
dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah, pemanfaatan dan
pemindahtanganan barang milik daerah.
Pasal 51
Penetapan nilai barang milik
daerah dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah dilakukan dengan
berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pasal 52
(1)
Penilaian barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, dilaksanakan oleh tim yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah dan dapat melibatkan penilai independen yang bersertifikat
dibidang penilaian aset.
(2)
Penilaian barang milik daerah
berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar dengan
estimasi terendah menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
(3)
Hasil penilaian barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.
BAB XI
PENGHAPUSAN
Pasal 53
Penghapusan barang milik Daerah meliputi:
a. Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau
Kuasa Pengguna; dan
b. Penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah.
Pasal 54
(1)
Penghapusan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a, dilakukan dalam hal barang
milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/atau
kuasa pengguna.
(2)
Penghapusan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b, dilakukan dalam hal barang
milik daerah dimaksud sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau
karena sebab-sebab lain.
(3)
Penghapusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan Keputusan pengelola atas nama Kepala
Daerah.
(4)
Penghapusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 55
(1)
Penghapusan barang milik daerah
dengan tindak lanjut pemusnahan dilakukan apabila barang milik daerah dimaksud:
a. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan dan
tidak dapat dipindahtangankan; atau
b. alasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pemusnahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pengguna dengan keputusan
dari pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah.
(3)
Pelaksanaan pemusnahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan dan
dilaporkan kepada Kepala Daerah.
BAB XII
PEMINDAHTANGANAN
Pasal 56
(1)
Barang milik daerah yang
sudah rusak dan tidak dapat dipergunakan, dihapus dari Daftar Inventaris Barang
Milik Daerah.
(2)
Penghapusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
(3)
Barang milik daerah yang
dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan masih mempunyai nilai ekonomis,
dapat dilakukan melalui:
a.
pelelangan umum/pelelangan
terbatas; dan/atau
b.
disumbangkan atau dihibahkan
kepada pihak lain.
(4)
Hasil pelelangan
umum/pelelangan terbatas sebagaimana pada ayat (3) huruf a, disetor ke kas
Daerah.
Bagian Pertama
Bentuk-Bentuk Pemindahtanganan
dan Persetujuan
Pasal 57
Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas
penghapusan barang milik daerah, meliputi:
a.
Penjualan;
b. Tukar
menukar;
c. Hibah; dan
d. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah.
Pasal 58
(1)
Pemindahtanganan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, untuk:
a. tanah dan/atau bangunan; dan
b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih
dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
(2)
Pemindahtanganan barang milik
daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, apabila:
a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau
penataan kota;
b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan
pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
c. diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d. diperuntukkan
bagi kepentingan umum; dan
e. dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan,
yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Pasal 59
Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2), ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 60
Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah
dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah), dilakukan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah.
Bagian Kedua
Penjualan
Pasal 61
(1)
Penjualan barang milik daerah
dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. untuk optimalisasi barang milik daerah yang
berlebih atau idle;
b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah
apabila dijual; dan
c. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Penjualan barang milik daerah
dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu.
(3)
Pengecualian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. penjualan kendaraan perorangan dinas pejabat
negara;
b. penjualan rumah golongan III; dan
c. barang milik daerah lainnya yang ditetapkan lebih
lanjut oleh pengelola.
(4)
Tata cara penjualan barang
milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Paragraf 1
Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas
Pasal 62
(1)
Penjualan kendaraan
perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf a,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Penjualan kendaraan
perorangan dinas yang dipergunakan oleh Pejabat Negara yang berumur 5 (lima)
tahun lebih, dapat dijual 1 (satu) unit kepada yang bersangkutan setelah masa
jabatannya berakhir.
Paragraf 2
Penjualan Kendaraan Dinas Operasional
Pasal 63
Penghapusan/Penjualan
Kendaraan Dinas operasional:
(1)
Penghapusan/Penjualan kendaraan
dinas operasional terdiri dari:
a. Kendaraan
dinas operasional; dan
b. Kendaraan
dinas operasional khusus/lapangan; (cattan : 10 Tahun
add )
(2)
Kendaraan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a yang berumur 5 (lima)
tahun lebih, dapat dihapus dari daftar inventaris barang milik daerah.
(3)
Kepala Daerah menetapkan lebih lanjut umur
kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan
memperhatikan kondisi daerah masing-masing.
(4)
Penjualan kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilaksanakan setelah dihapus dari daftar inventaris barang milik daerah.
(5)
Penjualan kendaraan dinas operasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan melalui pelelangan umum dan/atau
pelelangan terbatas yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 64
(1)
Penghapusan/penjualan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (1) huruf b, yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun lebih.
(2)
Penjualan kendaraan dinas operasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf b, dilakukan melalui pelelangan umum/atau
pelelangan terbatas yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
(3)
Penjualan dan/atau penghapusan kendaraan dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) sudah ada kendaraan pengganti
dan/atau tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas.
Paragraf 3
Penjualan
Rumah Dinas Daerah
Pasal
65
(1) Kepala
Daerah menetapkan golongan rumah dinas daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penggolongan
rumah dinas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a.
rumah dinas daerah golongan I (rumah jabatan);
b.
rumah dinas daerah golongan
II (rumah instansi); dan
c.
rumah dinas daerah
golongan III (perumahan pegawai).
Pasal 66
(1)
Rumah dinas daerah golongan I
yang sudah tidak sesuai dengan fungsinya sebagai akibat adanya perubahan
struktur organisasi dan/atau sudah ada pengganti yang lain, dapat dirubah
statusnya menjadi rumah dinas daerah golongan II.
(2)
Rumah dinas daerah golongan
II dapat dirubah statusnya menjadi rumah dinas golongan III, kecuali yang
terletak di suatu kompleks perkantoran.
(3)
Rumah dinas daerah golongan
II dapat dirubah statusnya menjadi rumah dinas daerah golongan I untuk memenuhi
kebutuhan rumah jabatan.
Pasal 67
Rumah dinas daerah yang dapat dijualbelikan atau
disewakan, dengan ketentuan:
a.
Rumah dinas daerah golongan
II yang telah dirubah golongannya menjadi rumah dinas golongan III;
b.
Rumah dinas daerah golongan
III yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun atau lebih;
c.
Pegawai yang dapat
membeli adalah pegawai yang sudah mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau
lebih dan belum pernah membeli atau memperoleh rumah dengan cara apapun dari
pemerintah daerah atau pemerintah pusat;
d.
Pegawai yang dapat
membeli rumah dinas daerah adalah penghuni yang pemegang Surat Ijin Penghunian
yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah;
e. Rumah dinas daerah dimaksud tidak sedang dalam
sengketa; dan
f. Rumah dinas daerah yang dibangun di atas tanah
yang tidak dimiliki oleh Pemerintah Daerah, maka untuk memperoleh hak atas
tanah harus diproses tersendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 68
(1) Penjualan rumah dinas daerah golongan III beserta
atau tidak beserta tanahnya ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan harga
taksiran dan penilaiannya dilakukan oleh Panitia Penaksir dan Panitia Penilai yang
dibentuk dengan Keputusan Kepala Daerah.
(2) Penjualan rumah dinas daerah golongan III
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
(3) Hasil penjualan rumah dinas daerah golongan III
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disetor ke kas daerah.
Pasal 69
Pelapasan hak atas tanah dan penghapusan dari Daftar
Inventaris barang milik daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah
setelah harga penjualan atas tanah dan/atau bangunannya dilunasi.
Paragraf 4
Pelepasan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
dengan Ganti Rugi
Pasal 70
(1)
Pemindahtanganan barang milik
daerah berupa tanah dan atau bangunan melalui pelepasan hak dengan ganti rugi,
dapat diproses dengan pertimbangan menguntungkan daerah.
(2)
Perhitungan perkiraan
nilai tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan
memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak dan/atau Harga Umum setempat yang
dilakukan oleh Panitia Penaksir yang dibentuk dengan Keputusan Kepala Daerah
atau dapat dilakukan oleh Lembaga Independen yang bersertifikat dibidang
penilaian aset.
(3)
Proses pelepasan hak
tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan pelelangan/tender.
Pasal 71
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 70
tidak berlaku bagi pelepasan hak atas tanah untuk kavling perumahan pegawai
negeri.
(2) Kebijakan pelepasan hak atas tanah kavling
untuk pegawai negeri ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Paragraf 5
Penjualan Barang Milik Daerah selain Tanah
dan/atau Bangunan
Pasal 72
(1)
Penjualan barang milik daerah
selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat
persetujuan Kepala Daerah.
(2)
Penjualan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengguna mengajukan usul penjualan kepada pengelola;
b. pengelola meneliti dan mengkaji usul penjualan
yang diajukan oleh pengguna sesuai dengan kewenangannya;
c. pengelola menerbitkan keputusan untuk menyetujui
atau tidak menyetujui usulan penjualan yang diajukan oleh pengguna dalam batas
kewenangannya; dan
d. untuk penjualan yang memerlukan persetujuan Kepala
Daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pengelola mengajukan usul penjualan
disertai dengan pertimbangan atas usulan dimaksud.
(3)
Penerbitan persetujuan
pelaksanaan penjualan oleh pengelola untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf d, dilakukan setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
(4)
Hasil penjualan barang milik
daerah disetor ke Kas Daerah.
Bagian Ketiga
Tukar Menukar
Pasal 73
(1)
Tukar menukar barang milik daerah
dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. Untuk memenuhi kebutuhan operasional
penyelenggaraan pemerintahan;
b. untuk optimalisasi barang milik daerah; dan
c. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
(2)
Tukar menukar barang milik daerah
dapat dilakukan dengan pihak:
a. Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah;
b.
Antar Pemerintah Daerah;
c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau Badan Hukum milik
pemerintah lainnya;
d. Swasta.
Pasal 74
(1)
Tukar menukar barang milik
daerah dapat berupa :
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh
Kepala SKPD kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
b. tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan
untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna tetapi tidak sesuai
dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; dan
c. barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan.
(2)
Tukar menukar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala
Daerah sesuai batas kewenangannya.
Pasal 75
Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a dan huruf b, dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Pengelola mengajukan usul tukar menukar tanah
dan/atau bangunan kepada Kepala Daerah disertai alasan/pertimbangan dan
kelengkapan data;
b. Tim yang dibentuk dengan Keputusan Kepala Daerah meneliti
dan mengkaji alasan/pertimbangan perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan
dari aspek teknis, ekonomis dan yuridis;
c.
Apabila memenuhi syarat
sesuai peraturan yang berlaku, Kepala Daerah dapat mempertimbangkan untuk
menyetujui dan menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan;
d.
Tukar menukar tanah
dan/atau bangunan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah;
e.
Pengelola melaksanakan
tukar menukar selain tanah dan bangunan sesuai batas kewenangannya setelah
mendapat persetujuan Kepala Daerah; dan
f. Pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan
barang pengganti harus dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima Barang.
Pasal 76
Tukar
menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 74 ayat (1) huruf
c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
pengguna mengajukan usul
tukar menukar kepada pengelola disertai alasan dan pertimbangan, kelengkapan
data dan hasil pengkajian Panitia yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah;
b.
pengelola meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan
perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis dan
yuridis;
c.
apabila memenuhi syarat
sesuai peraturan yang berlaku, pengelola
dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
d.
pengguna melaksanakan tukar
menukar setelah mendapat persetujuan pengelola; dan
e.
pelaksanaan serah terima
barang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima Barang.
Pasal 77
(1) Tukar menukar antara Pemerintah Pusat dengan pemerintah
daerah dan antar pemerintah daerah apabila terdapat selisih nilai lebih, maka
selisih nilai lebih dimaksud dapat dihibahkan;
(2) Selisih nilai lebih yang dihibahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Hibah.
Bagian Keempat
Hibah
Pasal 78
(1)
Hibah barang milik daerah dapat
dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan,
dan penyelenggaraan pemerintahan;
(2)
Hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. bukan
merupakan barang rahasia negara/daerah;
b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup
orang banyak; dan
c. tidak digunakan lagi dalam
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Pasal 79
Hibah barang
milik daerah berupa:
a.
tanah dan/atau bangunan yang
telah diserahkan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah kepada Kepala Daerah;
b.
tanah dan/atau bangunan yang
dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan;
c.
selain tanah dan/atau
bangunan yang telah diserahkan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah kepada
Kepala Daerah melalui pengelola; dan
d.
selain tanah dan/atau
bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.
Pasal 80
(1)
Hibah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 huruf a, ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD, kecuali tanah
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2).
(2)
Hibah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 huruf b, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
(3)
Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
79 huruf c
yang bernilai di atas Rp 5.000,000.000,00
(lima milyar rupiah) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat
persetujuan DPRD.
(4)
Hibah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79 huruf d dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan
pengelola.
Bagian Kelima
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Pasal 81
(1)
Penyertaan modal Pemerintah Daerah
atas barang milik daerah dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan dan
peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya
yang dimiliki oleh Pemerintah dan swasta.
(2)
Barang milik daerah yang
dijadikan sebagai penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
(3)
Penyertaan modal Pemerintah
Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB XIII
PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 82
(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan pengelolaan
barang milik daerah.
(2) Kepala Daerah melakukan pengendalian pengelolaan
barang milik daerah.
(3) Pengguna Barang melakukan pemantauan dan
penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan Barang Milik Daerah yang berada di bawah
penguasaannya.
(4) Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan oleh Pengguna.
(5) Pengguna dan Kuasa Pengguna Barang dapat meminta
aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan
dan penertiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
(6) Pengguna dan Kuasa Pengguna Barang menindaklanjuti
hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pasal 83
(1)
Pengelola berwenang untuk
melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan,
dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah, dalam rangka penertiban penggunaan,
pemanfaatan, dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah sesuai ketentuan yang
berlaku.
(2)
Tindak lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pengelola dapat meminta aparat pengawas fungsional
untuk melakukan audit atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan
pemindahtanganan Barang Milik Daerah.
(3)
Hasil audit sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pengelola untuk ditindaklanjuti sesuai
ketentuan perundang-undangan.
BAB
XIV
PEMBIAYAAN
Pasal
84
(1)
Dalam pelaksanaan tertib administrasi pengelolaan
barang milik daerah, disediakan anggaran yang dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2)
Pejabat/pegawai yang melaksanakan pengelolaan
barang milik daerah yang menghasilkan pendapatan dan penerimaan daerah,
diberikan insentif.
(3)
Penyimpan barang dan pengurus barang dalam
melaksanakan tugas diberikan tunjangan khusus yang besarannya disesuaikan
dengan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
BAB XV
TUNTUTAN GANTI RUGI
Pasal 85
(1) Setiap kerugian daerah akibat kelalaian,
penyalahgunaan/ pelanggaran hukum atas pengelolaan Barang Milik Daerah
diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Setiap pihak yang
mengakibatkan kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB XVI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 86
Barang-barang yang berada dalam penguasaan Pemerintah
Daerah dan digunakan untuk kepentingan Pemerintah Daerah, pengelolaannya
menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 87
(1) Barang milik daerah yang telah ada sebelum
berlakunya Peraturan Menteri Dalam Negeri ini wajib dilakukan inventarisasi dan
diselesaikan dokumen kepemilikannya.
(2) Penyelesaian dokumen kepemilikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh pengguna dan/atau pengelola.
(3) Biaya yang timbul sebagai akibat pelaksanaan
ketentuan pada ayat (2), dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 88
Pengelolaan barang milik daerah khususnya yang terkait
dengan pemindahtanganan dan pemanfaatan (kerjasama pemanfaatan, bangun guna
serah dan bangun serah guna) yang sudah berjalan dan/atau sedang dalam proses
sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri ini, tetap dapat
dilaksanakan.
Pasal 89
Teknis pengelolaan barang milik daerah tercantum dalam
lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 90
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, maka
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan
Barang Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 91
Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan
Ditetapkan
di Jakarta
pada tanggal
MENTERI
DALAM NEGERI,
Salinan
sesuai dengan aslinya TTD
KEPALA BIRO HUKUM
H. MOH.
MA’RUF, SE
P E R W I R A