BENGKULU – Mahasiswa Bengkulu yang kini menuntut ilmu di Mesir secara bertahap berhasil dievakuasi dan pulang ke tanah air. Salah satu mahasiswa Bengkulu yang sudah tiba dari Mesir adalah, Adi Sucipto, asal Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko. Dia kuliah di Universitas Al Azhar, Kairo, Fakultas Ushuludin. Bulan ini, Adi Sucipto sebenarnya dijadwalkan mengambil ijazah sarjana di kampus guna mendaftar S2 di Universitas Mudarman, Sudan. Namun karena situasi tidak menentu, rencana tersebut batal. Praktis, selama satu tahun ini Adi Sucipto terpaksa menganggur total.
Setelah mendarat dengan selamat bersama mahasiswa Indonesia lainnya di Bandara Soekarno-Hatta, Adi Sucipto langsung pulang ke Bengkulu. Dia tiba di Ipuh bersama sang istri Septi Waliano sekitar pukul 20.00 WIB malam Minggu kemarin. Dia nampak kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang dari Kairo Mesir.
Adi Sucipto menceritakan bagaimana mencekamnya Mesir. Hingga di Provinsi Zalgazig tempat tinggalnya yang berjarak 1 jam perjalanan darat dari Kairo. Demo mahasiswa dan masyarakat mesir berlangsung setiap hari menyeluruh dari berbagai lapisan element masyarakat. Dampaknya semua aktivitas lumpuh. Bahkan penjarahan terhadap toko-toko sembako dan lainnya pun kerap terjadi. Sehingga para pemilik toko tidak berani membuka tokonya.
Imbasnya bahan sembako pun tidak bisa didapat. Mahasiswa Indonesia hanya bisa makan stok sembako lama. Sehingga dirinya hanya memakan mie instan selama 10 hari masa ribut. Sedangkan beras sebagai makanan pokok tidak ditemukan. Kalaupun ada harganya melambung tinggi mencapai Rp 7000 per kilonya dari harga awal yang hanya Rp 5000 per kilo. Tentunya dengan hanya mengkonsumsi mie instan sangat berdampak pada fisik mahasiswa di mesir. “Menurut informasi pihak KBRI akan menurunkan bantuan sembako mulai hari ini untuk WNI yang masih bertahan di Mesir saat ini,” kata Adi Sucipto.
Selain itu juga dikatakannya KBRI pun memberlakukan pada mahasiswa Indonesia jam malam. Mahasiswa dilarang untuk keluar rumah mulai jam 5 sore hingga jam 8 pagi. Untuk menghindari aksi penganiayaan dan perampokan yang mungkin saja terjadi. Karena kerusuhan tersebut. “Memang aksi demonstrasi itu dipicu karena kemiskinan yang tinggi di daerah Mesir yang sangat tinggi,” terang Adi Sucipto.
Dikatakan, untuk bepergian ke luar penjagaan sangat ketat. Untuk pergi ke kampus saja dari Zalgazig mesti melewati empat lapis penjagaan. Sepanjang lapis penjagaan tersebut semua barang visa dan lainnya di periksa. Semua mobil dihentikan. setelah menjelaskan tujuan untuk bepergian barulah pihak keamanan setempat memperbolehkan untuk lewat. “Ada 6000 warga Indonesia yang ada di Mesir. Saat ini baru pulang sekitar 1000 orang. Lewat pemulangan kloter pertama sebanyak 428 orang hari Selasa lalu. Dan Kloter II 450 orang pada hari kamis lalu,” katanya.
Dijelaskan untuk memenuhi kebutuhan makanan mahasiswa Indonesia mesti saling berbagi lewat forum kelompok mahasiswa. Mahasiswa Bengkulu tergabung dalam Forum Mahasiswa Sumatera Selatan. Semua makanan yang ada diberikan dengan cara berbagi dari orang per orang dalam kelompok mahasiswa tersebut. Karena sulitnya komunikasi membuat Adi Sucipto tak bisa bertukar informasi melalui jaringan telefon via internet. Karena jaringan internet sudah dimatikan oleh pemerintah. “Selain kami yang baru saja menyelesaikan ujian skripsi juga berdampak bagi anak-anak fakultas kedokteran. Mesti menunda semesterannya yang dijadwalkan Bulan Februari ini menjadi bulan September nantinya,” kata Adi Sucipto.
Dijelaskan Adi Sucipto untuk mahasiswa Pekal (Ipuh dan sekitarnya, red) ada empat mahasiswa, yakni Ilham warga Dusun Pulau Air Rami, Kurniawan Warga Air Rami, dirinya, dan Syahidin warga Ketahun yang mengambil Fakultas Usuludin. Sejauh ini, mereka dalam keadaan selamat. Namun dampak besarnya jelas terjadi yakni tertundanya studi bagi mahasiswa. “Kami belum tahu kapan lagi harus masuk kuliah. Menunggu informasi dari KBRI. Saat ini pun istri-istri staf KBRI sudah pulang. Kepulangan Staf KBRI dinformasikan pada akhir kepulangan nantinya,” kata pria yang menambah penghasilan dengan membuka warung khas Indonesia Malaysia di Mesir “Kudek Sangke” ini.
Saat ini Adi Sucipto berharap supaya kerusuhan cepat redam, sehingga bisa bisa kembali lagi ke Mesir untuk mengabil ijazah sarjananya. Dan bisa secepatnya mendaftar di universitas di Sudan. “Namun nampaknya saya memang harus menganggur total satu tahun ini. Sebab pendaftaran kuliah di Sudan pasti suda tutup jika bulan ini kerusuhan belum selesai,” tutupnya.
Biaya Hidup Selangit Susahkan Mahasiswa
Proses evakuasi WNI dari Mesir yang sedang bergolak dianggap lamban oleh sebagian mahasiswa Kairo. Masalah utamanya, pemerintah hanya mengerahkan satu unit pesawat untuk mengevakuasi sekitar 6.000 WNI itu. Dengan kapasitas angkut hanya sekitar 400 orang dua hari sekali, masa pemulangan itu diperkirakan bakal berjalan lebih dari 3 minggu.
“Padahal, saya sudah menanyakan ke bagian administrasi Al Azhar bahwa kegiatan perkuliahan diperkirakan aktif kembali 15 Februari. Kecuali jika kondisinya memburuk lagi,” ungkap Saddan Muhammad, mahasiswa Fakultas Ushuluddin Al Azhar yang sudah empat tahun berada di Kairo.
Bersama dengan sejumlah mahasiswa lainnya, dia mendaftarkan diri untuk ikut evakuasi sejak awal. Tetapi, hingga kini belum jelas jadwal keberangkatannya. Yang diinformasikan panitia hanyalah sekarang ini giliran wanita dan anak-anak. Tetapi, semua berjalan lamban. Pendaftar lain disuruh bersabar menunggu giliran, yang akan diberitahukan lewat SMS atau internet.
Pendaftaran peserta evakuasi dilakukan lewat dua tahap. Yang pertama, setiap mahasiswa yang ingin pulang diarahkan untuk mendaftar ke organisasi kekeluargaan setiap daerah. Misalnya, untuk Jawa Timur lewat GAMAJATIM, Jawa Tengah KSW, Jawa Barat KPMJB, dan Nusa Tenggara KMNTB.
Setelah itu, mereka yang sudah ditetapkan jadwal evakuasinya harus mendaftar ulang di posko pemberangkatan yang ditempatkan di tiga tempat. Yaitu, kantor konsuler, sekretariat KSW, dan KPMJB. Masalahnya, para mahasiswa merasakan kegentingan di Kairo tidak akan pulih dalam waktu dekat.
Hosni Mubarak tidak segera lengser dan skala demonstrasi juga membesar. Apalagi, partai oposisi utama Ikhwanul Muslimin memasang harga mati untuk tidak mau berdialog dengan pemerintah kecuali Mubarak lengser terlebih dahulu. Begitu sebaliknya, pemerintah baru mau berdialog jika demo dihentikan.
Dengan kondisi seperti itu, situasi semakin sulit diprediksi kapan berakhir. Dampaknya, para mahasiswa harus menerima getahnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Terutama, faktor keamanan dan seretnya aliran keuangan, serta mahalnya harga barang-barang. “Memang, sejumlah toko sudah mulai buka, tapi baru setengah-setengah,” paparnya. Kebanyakan buka hanya untuk menghabiskan barang habis pakai agar tidak kedaluwarsa. Jumlahnya pun terbatas dan tidak komplet.
Karena berebut, harganya melambung gila-gilaan hingga 4″5 kali lipat. Mulai harga beras, telur, daging ayam, mi, minyak, dan berbagai kebutuhan pokok lainnya. Bahkan, kartu pulsa telepon pun ikut naik. Mereka berharap, ada bantuan logistik dari pihak KBRI sebagaimana dijanjikan, tetapi hingg kini belum ada.
Sementara bantuan dana dari lembaga amal pendidikan yang biasanya diberikan sebesar 100 LE per bulan pun dihentikan sejak Desember. Begitu pula, beasiswa yang besarnya sekitar 300 LE juga belum keluar hingga kini. Pihak administrasi kampus hanya menjanjikan tanpa memberikan kepastian.
Sebenarnya, jika evakuasi bisa dilakukan lebih cepat, para mahasiswa akan merasa lebih tenang. Selain menghindari situasi yang tidak pasti dan risiko huru-hara yang terus berlangsung, mereka bisa menata persiapan menghadapi ujian yang akan berlangsung Mei.
Angkutan kota sebenarnya sudah ada yang mulai beroperasi untuk kawasan tertentu. Mereka memasang tarif lebih mahal daripada biasanya. Sejumlah petugas militer yang berjaga menggantikan polisi sering mengingatkan sopir agar tidak menaikkan biaya. Meski begitu, jika menjelang malam, para sopir itu kembali manaikkan tarif. Yang tidak mau membayar dengan harga itu tidak akan diangkut.
Melihat berbagai kerawanan tersebut, dikhawatirkan situasi Mesir memburuk kembali. Terutama jika tidak tercapai kesepakatan antara pemerintah dan para demonstran. Termasuk ketika Omar Suleiman, wakil presiden yang baru diangkat oleh Mubarak, diajukan sebagai alternatif pemimpin masa transisi hingga September. Sebab, sesungguhnya masyarakat Mesir sangat membenci dia selama bertahun-tahun. Dialah orang kedua yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap penderitaan rakyat Mesir di bawah rezim militeristis yang memerintah dengan tangan besi selama ini.
Karena itu, bagaimanakah solusi evakuasi yang diharapkan para mahasiswa Kairo” Tampaknya cukup sederhana: kirimkan pesawat angkut yang lebih banyak, jangan cuma satu seperti sekarang…