JAKARTA – Ada yang menarik dari saidang lanjutan ke-3 kasus dugaan korupsia Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) senilai Rp 21,3 miliar yang menyeret Gubernur Bengkulu (nonaktif) H. Agusrin M Najmudin, ST di Pengadilan Negeri (PN) Jakart Pusat (Jakpus), Selasa (25/1) kemarin.
Jalannya siding juga semakin seru. Apa pasal? Namun Gayus Tambunan yang menggemparkan tanah air disebut-sebut dalam sidang tersebut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari Yenny Puspita, SH, MH, Wenharnol, SH, MH, Hilman Azazi, SH, MH, Sunarta, SH, MH dan Zuhandi, SH, MH, dalam tanggapannya terhadap eksepsi terdakwa, menilai kasus Agusrin pantas dimajukan ke persidangan karena ajaksa memiliki bukti-bukti yang cukup kuat atas keterlibatan Agusrin dalam dugaan korupsi dana DBH PBB-BPHTB Bengkulu tahun 2006-2007. Sebab perkara itu sama seperti perkara Gayus.
“Seperti dalam putusan Gayus Halomoan Tambunan, meski dalam putusannya Majelis Hakim tidak menyebut ada pihak lain yang terlibat dan harus bertanggungjawab, tapi bila dalam penyidikan lainnya ditemukan alat bukti yang kuat maka bisa dibawa ke pengadilan dan tidak menjadikan dakwaan error in persona,” demikian bunyi tanggapan tertulis JPU saat dibacakan saat sidang.
Yang tak kalah menarik, JPU mengatakan sudah memiliki bukti tanda tangan asli Agusrin M Najamudin, ST yang tertera dalam surat pemberitahuan pembukaan rekening dana bagi hasil atas nama Dispenda Provinsi Bengkulu di BRI Cabang Bengkulu yang dibuat oleh Drs. Chairudin selaku Kepala Dispenda Provinsi. Namun karena ada perbaikn, surat tersebut tidak jadi dikirim, tapi justru disimpan Chairuddin. Surat tersebut kemudian disita jaksa. Untuk memudahkan urusan, Chairuddina lalu membuat surat lagi yang isinya hampir sama untuk dikirim ke Menteri Keuangan yang tanda tangannya dipalsukana dengan cara scaning.
‘’Artinya terdakwa (Agusrin, red) tidak hanya tahu, tetapi juga menyetujui pembukaan rekening itu. Silahkan saja terdakwa berkilah, yang jelas bukti-bukti pendukung lainnya juga sudah kami amankan dan siap dibuktikan dalam persidangan,’’ ujar Kasi Penkum dan Humas Kejati Bengkulu, Santosa, SH kepada RB kemarin.
Diantara tanggapan JPU itu mengenai keberatan Agusrin yang menyebut dakwaan tidak cermat dan tidak jelas karena tidak jelas locus delictie (tempat) serta tempus delictie (waktu). Dengan tegas JPU menjawab sudah sangat jelas, yakni sejak Maret 2006 sampai Mei 2007 bertempat di gedung daerah Provinsi Bengkulu. Jadi tidak ada alasan Agusrin keberatan dengan dakwaan itu.
Untuk keberatan Agusrin atas dakwaan JPU yang dinilainya tidak lengkap lantaran tidak menyebutlan Agusrin telah melakukan tindakan preventif dan kerugian Negara tidak termuat dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI, tidak ditanggapi JPU karena sudah menyangkut materi dan perlu dibuktikan dalam persidangan.
Begitu juga dengan keberatan Agusrin atas dakwaan JPU yang hanya mengandalkan keterangan mahkota (Chairudin), ditanggapi JPU jelas hal ini tidak bertentangan dengan pasal 168 huruh a KUHAP. Dimana keterangan tersangka atau terdakwa yang sesuai fakta dapat dipergunakan untuk memperkuat pembuktian.
Bukan Error In Persona
Menurut kelima JPU, dalam dugaan korupsi penyalagunaan dana bagi hasil itu, sudah ada alat bukti cukup kuat yang menegaskan bahwa Agusrin mengetahui dan menyetujui pembuatan rekening di luar rekening resmi kas daerah untuk menampung dana bagi hasil PBB-BPHTB.
Jawaban JPU ini untuk menanggapi pernyataan Tim Kuasa Hukum Agusrin sebelumnya yang menyatakan keberatan atas dakwaan JPU terhadap kliennya. Versi Kuasa Hukum Agusrin, Marthen Pongrekun, JPU telah keliru menjadikan Agusrin sebagai tersangka (error in persona) karena putusan Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu telah memvonis anak buah Agusrin dalam hal ini mantan Kadispenda Provinsi Drs. H. Chairuddin sebagai pelaku tunggal. Putusan hakim PN Bengkulu tidak menyebutkan perbuatan korupsi itu dilakukan bersam-sama.
Dalam persidangan kemarin, JPU juga sempat mengutip pernyataan Mendagri, Gamawan Fauzi di salah satu surat kabar yng mengatakan masih banyak perilaku korupsi di daerah, maka tidak heran setiap harinya ada saja yang ditetapkan tersangka dan kebanyakan adalah pimpinan daerah.
JPU pun meminta Majelis Hakim menolak keberatan tim kuasa hukum dan sebaliknya menerima dakwaan JPU. Sehingga memberi putusan perkara Agusrin dilanjutkan untuk pemeriksaan selanjutnya.
“JPU menyatakan keberatan penasehat hukum diluar lingkup materi keberatan seperti diatur pasal 156 KUHP karena sudah masuk materi pokok perkara yang harus dibuktikan di persidangan,” tegas Sunarta.
Putusan Sela 1 Februari
Atas tanggapan dari JPU kemarin, majelis hakim PN Jakpus yang diketuai, Hakim Syarifuddin menunda sidang hingga Selasa (1/2) pekan depan dengan agenda membacakan putusan sela apakah perkara dilanjutkan atau dihentikan pemeriksaan di PN Jakarta Pusat. (jp)