Minggu, 20 Februari 2011

"Cukup Gus Dur Saja Korban Pemakzulan"

Minggu, 20 Februari 2011 12:43 WIB

Gus Dur
Jakarta,
Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengharapkan, bahwa korban pemakzulan kepada Presiden Indonesia yang terakhir cukup kepada Abdurrahman Wahid atau Gus Dur  saja. Pemakzulan ke presiden hendaknya jangan berulang kembali.

Menurut dia, pemerintahan yang berlaku di Indonesia adalah sistem presidensial sehingga seharusnya tidak ada cara-cara penjatuhan seperti yang berlaku dalam sistem parlementer. "Saya melihat Gus Dur dimakzulkan itu sedih, biar bagaimana dia adalah Presiden ketika itu terlepas dari kekurangan-kekurangannya. Dan saya berharap bahwa pemakzulan kepada Presiden kita itu, Gus Dur, adalah korban yang terakhir, jangan berulang kembali," tuturnya dalam wawancara khusus di Jakarta.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam sesuai dengan deskripsi tugasnya menangani berbagai produk hukum seperti Keputusan Presiden (Keppres) serta mengatur persidangan dan manajemen kabinet seharusnya menempati posisi yang diam. Namun, akhir-akhir ini Dipo Alam sering bersuara di media massa yang diakuinya sebagai "kegenitan yang terpaksa".
"Saya juga terus terang tidak senang, kan saya jadi genit nih sekarang keluar-keluar di media. Sementara itu, anda tahu saya diam dan tidak genitlah," kata Dipo dalam wawancara khusus di rumah dinasnya di Jakarta.

Dipo mengaku kegenitannya itu karena hati nuraninya terusik oleh berbagai kritik dilancarkan oleh para tokoh lintas agama yang di matanya bukanlah murni gerakan moral.
Apalagi ketika kritikan itu mulai mengarah pada tudingan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan kebohongan publik dan melanggar konstitusi.

Dipo yang mengalami hidup dalam pemerintahan enam presiden, mulai dari Soekarno hingga Presiden Yudhoyono itu tergugah untuk bersuara. Sebagai konstituen setia yang memberikan suara kepada Presiden Yudhoyono sejak Pemilu 2004, Dipo Alam berpendapat tidak ada gejala pemerintahan Yudhoyono melakukan kesalahan sehingga pantas untuk dimakzulkan.

Menurut dia, pemerintahan yang berlaku di Indonesia adalah sistem presidensial sehingga seharusnya tidak ada cara-cara penjatuhan seperti yang berlaku dalam sistem parlementer. "Saya melihat Gus Dur dimakzulkan itu sedih, biar bagaimana dia adalah Presiden ketika itu terlepas dari kekurangan-kekurangannya. Dan saya berharap bahwa pemakzulan kepada Presiden kita itu, Gus Dur, adalah korban yang terakhir, jangan berulang kembali," tuturnya. (Ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar