Aku baru saja menginjakkan kaki di kelas 7 di sebuah SMP terfavorit di seprovinsi. Bangga tentu saja, bisa bersekolah di SMP terbaik, seprovinsi lagi. Senang, otomatis, sekarang pakaian seragamku tidak lagi putih-merah, tetapi sudah berubah warna, menjadi putih biru. Aku sudah besar sekarang, sudah SMP. Mereka tidak boleh menyebutku anak-anak lagi.
Selama satu minggu, aku mengikuti Masa Orientasi Sekolah ( MOS ). Aku mulai mengenal sekolahku dengan baik, seperti nama Kepala Sekolahku, guru-guru, bidang studi yang diajarkan, fasilitas sekolah seperti perpustakaan dan kantin yang sudah dilengkapi WIFI, teman-teman sekelas, kegiatan ekstrakurikuler yang bisa kuikuti, bimbingan belajar dan pengurus OSIS. Nah yang terakhir yang paling penting. Pengurus OSIS yang cowok, keren-keren. Top abis dah. Jadi tertantang ingin mengikuti OSIS juga nih. Biar bisa berdekatan dengan cowok-cowok keren itu, batinku.
Setelah MOS, aku mulai sibuk dengan rutinitas belajar di sekolah, dengan kurikulumnya yang berat. Aku agak keteteran mengIkutinya, sehingga aku meminta pada orang tua, agar aku mengikuti bimbingan belajar di sekolah. Rupanya tidak banyak yang mengikuti bimbel ini, hanya 12 orang saja, dan itupun dibagi dalam 3 kelompok bimbel yang berbeda hari. Jadi per kelompok, kami hanya berempat saja. Kata Pak Benny, guru kami, semakin sedikit orang, pelajaran akan semakin mudah terserap. Memang benar sih. Semakin lama mengikuti bimbel, nilai-nilaiku semakin meningkat.
Suatu hari selesai bimbel, Pak Benny memanggilku. Aku dimintanya menunggu hingga semua teman pulang. Ia ingin bicara soal prestasi belajarku, katanya. Aku pun menunggunya. Sepuluh menit setelah yang lain pulang, pak Benny menyuruhku duduk di depannya. Aku menurut saja. Pak Benny menatapku dalam. Aku sampai malu dan salah tingkah dibuatnya. Apalagi saat ia bilang, aku sangat cantik.
Pak Benny bertanya padaku, apakah aku punya pacar. Kujawab saja tidak. Ia bilang, kok cantik-cantik tidak punya pacar. Aku tersenyum malu. Lalu Pak Benny memujIku. Katanya, aku remaja yang sangat cerdas. Sudah cantik, cerdas lagi, begitu pujinya. Tentu saja aku semakin melambung.
Tiba-tiba Pak Benny berdiri dan menyuruhku duduk di atas meja.Aku menurutinya.Aku duduk di tempat yang dia tunjuk.Setelah aku duduk, Pak Benny menutup pintu kelas dan menguncinya dari dalam.Aku bingung, namun katanya, agar tidak mengganggu kelas lain yang sedang bimbel. Tiba-tiba Pak Benny berdiri di depanku. Ia mengelus rambutku dengan mesra. Ia bilang, rambutku bagus.Dari rambut, ia mengelus pipiku, sambil memuji betapa cantiknya aku.Ia menyuruhku mendekat. Ia ingin membisikkan sesuatu kepadaku. Aku menurut. Ia membisikkan kata-kata pujian di telngaku. Aku sampai kegelian dibuatnya.
Pak Benny minta ijin mencium keningku. Sebagai tanda sayang, katanya. Ia bilang, ia cinta padaku.Aku diam saja. Pak Benny mencium keningku, lalu mataku, hidungku, pipiku, daguku dan terakhir bibirku. Tangannya membelaiku mesra. Badanku sampai panas-dingin dibuatnya. TIba-tiba ia mencium leherku, sambil membuka bajuku. Aku mau menolak, tetapi ia malah membelai pipiku. Bajuku terbuka. Ia terus membelaiku mesra dan menciumku. Setelah itu,ia memintaku berbaring di meja guru yang besar itu. Dan terjadilah semua.
Aku berjalan pulang sambil meringis menahan sakit. Untung Pak Benny mengantarku, sampai ke dekat rumah. Setelah di rumah, aku mandi sambil mengingat kejadian itu. Pak Benny sangat menyayangiku, pikirku. Ia tak berhenti memujiku. Ia bilang, ia naksir aku. Cuma pesannya, agar aku tidak memberitahu siapapun. Aku menurut saja. Senang rasanya ditaksir oleh cowok seganteng Pak Benny. Aku pun tertidur, membawa kenangan tadi sore dalam tidurku.
Besoknya terjadi lagi. Besoknya begitu lagi. Lama-lama aku jadi ketagihan. Kami tak lagi melakukannya di sekolah, tetapi sudah di rumah Pak Benny. Pak Benny tinggal sendirian di rumahnya. Jadi suasananya benar-benar aman dan mendukung. Kami sering melakukannya di rumahnya, bahkan tidak hanya hari sekolah. Kadang-kadang hari lIbur pun, aku akan mencari alasan untuk keluar rumah agar dapat bersamanya.
Beberapa bulan kemudian, perutku membuncit. Pak Benny mengajakku memeriksakan diri ke dokter. Kami pun bergegas ke dokter. Dokter bertanya padaku, sejak kapan aku berhenti menstruasi. Seingatku tiga bulan lalu. Ia bertanya, apakah aku merasakan mual. Jawabku, hanya pening sedikit. Dokter bertanya, berapa umurku. Kujawab baru 13 tahun. Dokter bilang, aku hamil. Pak Benny dan aku sama terkejutnya. Setelah diberi resep dokter, kami pulang.
Aku ketakutan di sepanjang perjalanan. Pak Benny menghiburku dan mengantarku, kali ini hingga ke rumah. Ia ingin bertemu orang tuaku. Aku yang tak mengerti, menurut saja. Pak Benny bertemu dengan ibu. Ibu terkejut dan pingsan mendengar kabar tentangku. Aku menelepon ayah ke kantor agar pulang. Ibu pingsan, kataku. Setenganh jam kemudian, aya sudah tiba di rumah. Ayah bingung melihat ibu menangis. Pak Benny menjelaskan apa yang terjadi. Ayah marah besar. Pak Benny habis dihajar olehnya,m Namun karena aku menjerit, ayah menghentikan pukulannya. Aku berlari memeluk Pak Benny dan membersihkan luka di wajahnya. Aku bilang, aku sayang pada Pak Benny. Pak Benny peduli dan memperhatikanku dengan baik. Sementara ayah malah sibuk sendiri dan melupakan aku.
Ayah tampak merasa bersalah. Akhirnya dengan berat hati, ayah dan ibu mengijinkan kami menikah.Aku menikah di usiaku yang ke-13. Pak Benny berusia 28 tahun saat itu. Pernikahan itu tidak dilakukan besar-besaran.Hanya keluarga intiku dan keluarga inti Pak Benny.Hari itu, resmilah aku menjadi nyonya Benny, istri seorang guru, di usiaku ke-13 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar